Wednesday, September 30, 2015

Patah Hati

Patah hati adalah sebuah  sakit emosional yang dirasakan seseorang setelah mengalami kehilangan orang yang dicintai, baik itu anggota keluarga atau pasangan hidup, dan juga kehilangan hewan peliharaan nya.

Sensasi yang dirasakan akibat patah hati  ada alasanya dan tidak selalu berhubungan dengan kondisi mental. Tapi ada hormon dalam tubuh yang berperan menibulkan rasa sakit tersebut.
Naomi Eisenberg, phD dari university of calofornia mengatakan, ketika putus hubungan dengan seseorang, otak sulit mengatasinya sendirian. Akibatnya, Otak akan mengirimkan sinyal-sinyal ke tubuh untuk memberitahu bahwa yang di alami itu adalah rasa sakit

Ketika sedang patah hati otak mengirimkan kortisol dan epinephrine, hormon yang menimbulkan reaksi perlawan dan melarikan diri. Biasanya akan bekerja maksimal di saat situasi yang mengancam. Misalnya terjebak di kerusuhan atau bertemu perampok, hormon kortisol akan memicu otot untuk bergerak demi menghindarinya. Tapi saat sakit hati, harus melarikan diri dari siapa? tidak ada wujud nyatanya.

Oleh karena itu, hormon kortisol akhirnya 'lari' ke dada, membuat dada membengkak dan akhirnya timbul rasa sakit dan menekan. Hormon ini juga membuat aliran darah ke perut tidak lancar. Itulah sebabnya orang yang patah hati cenderung tidak enak makan. Tidak hanya itu, patah hati juga menyebabkan tubuh lebih 'rapuh' sehingga akan lebih mudah terkena flu, pilek atau demam.

Bagi banyak orang, mengalami pataha hati adalah sesuatu yang mungkin tidak diketahui sebelumnya, seperti yang dikatakan jeffrey moussaieff masson :
 "manusia tidak selalu sadar dengan apa yang mereka rasakan. seperti hewan, mereka tidak mampu mengungkapkan perasaan mereka dalam bentuk kata-kata. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak punya perasaan. sigmund freud pernah berspekulasi bahwa seorang pria bisa jatuh cinta dengan seseorang wanita selama enam tahun dan tidak menyadarinya sampai beberapa tahun kemudian. Pria seperti itu, dengan semua kebaikannya di dunia, tidak bisa mengungkapkan apa yang ia tidak ketahui. Ia memiliki perasaan tersebut, namun ia tidak mengetahuinya. ini mungkin terdengar seperti paradoks - paradoksikal karena ketika kita memikirkan suatu perasaan, kita memikirkan sesuatu yang kita sadari sedang dirasakan. Sebagaimana freud maksudkan dalam artikelnya tahun 1915,The Unconscious. "Tentu saja kita perlu menyadari esensi sebuah emosi. Namun kita tidal mengetahui bahwa kita bisa 'memiliki' perasaan yang tidak kita ketahui.

No comments:

Post a Comment